Sang Hijau Hitam harus tetap berkibar
berjalan melintasi waktu
sang Hijau Hitam harus tetap bersinar
satukan langkah kita dan jangan bercerai berai
sang Hijau Hitam jangan pernah berharap jadi besar saat kepentingan bicara
singkirkan ego mu singkirkan kepentinganmu demi jayanya Hijau Hitam….
berjalan melintasi waktu
sang Hijau Hitam harus tetap bersinar
satukan langkah kita dan jangan bercerai berai
sang Hijau Hitam jangan pernah berharap jadi besar saat kepentingan bicara
singkirkan ego mu singkirkan kepentinganmu demi jayanya Hijau Hitam….
Yakusa…!!
Persaudaraan kadang seperti tingkah dahan-dahan yang ditiup angin.
Walau satu pohon, tak selamanya gerak dahan seiring sejalan. Adakalanya
seirama, tapi tak jarang berbenturan. Tergantung mana yang lebih kuat:
keserasian batang dahan atau tiupan angin yang tak beraturan.
Indahnya persaudaraan. Sebuah anugerah Allah yang teramat mahal buat
mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan pun terlahir bersama
persaudaraan. Ada tolong-menolong, terbentuknya jaringan usaha, bahkan
kekuatan politik umat.
Namun, pernik-pernik lapangan kehidupan nyata kadang tak seindah
idealita. Ada saja khilaf, salah paham, friksi, yang membuat jalan
persaudaraan tidak semulus jalan tol.
Ketidakharmonisan pun terjadi.
Kebencian terhadap sesama saudara pun tak terhindarkan.
Muncullah kekakuan-kekakuan hubungan. Interaksi persaudaraan menjadi
hambar. Sapaan cuma basa-basi. Tidak ada lagi kerinduan. Sebaliknya, ada
kekecewaan dan kebencian. Suatu hal yang sulit ditemukan dalam tataran
idealita persaudaraan Islam.
Lebih repot lagi ketika disharmoni itu menular ke orang lain.
Keretakan persaudaraan bukan lagi hubungan antar dua pihak, bahkan
merembet. Penyebarannya bisa horisontal atau ke samping, bisa juga
vertikal atau atas bawah. Para orang tua yang berseteru, anak cucu pun
bisa ikut kebagian.
Rasulullah saw. pernah mengingatkan itu dalam sabdanya, “Cinta bisa
berkelanjutan (diwariskan) dan benci pun demikian.” (HR. Al-Bukhari)
Waktu memang bisa menjadi alat efektif peluntur kekakuan itu. Saat
gesekan menghangat, perjalanan waktulah yang berfungsi sebagai
pendingin. Orang menjadi lupa dengan masalah yang pernah terjadi. Ada
kesadaran baru. Dan kerinduan pun menindaklanjuti.
Kalau berhenti sampai di situ, bisa jadi, perdamaian cuma datang dari
satu pihak. Karena belum tentu, waktu bisa menjadi solusi buat pihak
lain. Kalau pun bisa, sulit memastikan bertemunya dua kesadaran dalam
rentang waktu yang tidak begitu jauh.
Perlu ada cara lain agar kesadaran dan perdamaian bertemu dalam waktu
yang sama. Dan silaturahim adalah salah satunya. Inilah cara yang
paling ampuh agar kekakuan, ketidaksepahaman, kekecewaan menjadi cair.
Suasana yang panas pun bisa berangsur dingin.
Dengan nasihat yang begitu sederhana, Rasulullah saw. mengajarkan
para sahabat tentang keunggulan silaturahim. Beliau saw. bersabda,
“Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya,
hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih)
Menarik memang tawaran Rasul tentang manfaat silaturahim: luasnya
rezeki dan umur yang panjang. Dua hal tersebut merupakan simbol
kenikmatan hidup yang begitu besar. Bumi menjadi begitu luas, damai, dan
nyaman. Sehingga, kehidupan pun menjadi sangat berarti.
Masalahnya, tidak mudah menggerakkan hati untuk berkunjung ke orang
yang pernah dibenci. Mungkin masih terngiang seperti apa sakitnya hati.
Begitu berat beban batin. Berat. Terlebih ketika setan terus
mengipas-ngipas bara luka lama. Saat itulah, setan memposisikan diri
seseorang sebagai pihak yang patut dikunjungi. Bukan yang mengunjungi.
Kalau saja bukan karena rahmat Allah, seorang mukmin bisa lupa kalau
‘izzah bukan untuk sesama mukmin. Tapi, buat orang kafir.
Firman Allah swt. “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang
bersikap adzillah (lemah lembut) terhadap orang mukmin, yang bersikap
‘izzah (keras) terhadap orang-orang kafir….” (QS. 5: 54)
Setidaknya, ada tiga persiapan yang mesti diambil agar silaturahim
tidak terasa berat. Pertama, murnikan keinginan bersilaturahim hanya
karena Allah. Ikatan hati yang terjalin antara dua mukmin adalah karena
anugerah Allah. Ikatan inilah yang menembus beberapa hati yang berbeda
warna menjadi satu cita dan rasa. Sebuah ikatan yang sangat mahal.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan Yang mempersatukan hati
mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua
(kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka….” (QS.
Al-Anfal: 63)
Jangan pernah selipkan maksud-maksud lain dalam silaturahim. Karena
di situlah celah setan memunculkan kekecewaan. Ketika maksud itu tak
tercapai, silaturahim cuma sekadar basa-basi. Silaturahim tinggallah
silaturahim, tapi hawa permusuhan tetap ada.
Kedua, cintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri.
Inilah salah satu cara mengikis ego diri yang efektif. Ketika tekad ini
terwujud, yang terpikir adalah bagaimana agar bisa memberi. Bukan
meminta. Apalagi menuntut.
Akan muncul dalam nurani yang paling dalam bagaimana bisa memberi
sesuatu kepada saudara seiman. Termasuk, memberi maaf. Meminta maaf
memang sulit. Dan, akan lebih sulit lagi memberi maaf.
Hal inilah yang paling sulit dalam tingkat keimanan seseorang.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu,
sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Ketiga, bayangkan kebaikan-kebaikan saudara yang akan dikunjungi,
bukan sebaliknya. Kerap kebencian bisa menihilkan kebaikan orang lain.
Timbangan diri menjadi tidak adil. Kebaikan yang bertahun-tahun bisa
terhapus dengan kesalahan semenit.
Maha Benar Allah dalam firmanNya, “…Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa….” (QS.
5: 8 )
Tak ada yang pernah dirugikan dari silaturahim. Kecuali, tiupan angin
ego yang selalu ingin dimanjakan. Karena, ulahnya tak lagi membuat
tangkai-tangkai dahan berbenturan.
wallahu a’lam..