Tahun
baru, muncul harapan baru”, begitu kiranya pikiran orang kebanyakan, apalagi
dalam tahun ini (dalam rencana) akan ada pesta besar-besaran, pemilu presiden
dan pemilu legislatif, dimana setiap orang peserta yang akan dipilih akan
bersiap mengeluarkan kocek 300 M, 500 M, atau bahkan sampai 2 T, begitu
kira-kira kabar yang saya dapatkan. Ya setidaknya momentum ini bisa memicu
mekarnya harapan-harapan baru itu.
Terlepas dari hal di atas, awal
tahun ini sudah ada program besar yang telah muncul, tepat pada tanggal 1
januari 2014, diresmikannya BPJS dan naiknya harga LPG 12 kg. kita tentu tidak
bosan-bosanya disuguhi sesuatu yang baru dalam pergantian tahun, terutama
akhir-akhir ini, dimana nilai tukar rupiah nyaris saja berada pada angka Rp.
13.000,00/dollar. Untung atau hanya permainan, IHSG mengalami trend positif
yang merangkak awal tahun ini.
Kita mungkin akan kembali merefleksi
persepsi kita pada apa yang terjadi mendekati moment yang sama pemilihan
presiden tempo hari, setelah media berkoar-koar tentang kenaikan harga BBM,
kebutuhan masyarakat akan semakin sulit didapat, hal itu kemudian berubah
setelah BBM itu turun. Satu hal yang menarik adalah, masyarakat ini semakin
hari semakin tergantung dengan Bahan Bakar (mungkin hanya bagi rakyat menengah
ke bawah). Hal ini sekaligus menjadi peluang emas buat bajingan-bajingan Negara
untuk mempermainkan perederan kapital. Ini sudah menjadi lubang besar buat
Negara-negara lain ikut serta meremukkan Indonesia.
Tentang harga LPG yang baru saja naik,
sebagian kita akan menganggap bahwa hal ini seperti sudah biasa, pandangan kita
terhadap kelakuan pemerintah atau korporasi yang bertanggung jawab menjelang
pemilu selalu saja menarik perhatian masyarakat, seperti semacam sensasi buatan
dan lebih ke arah lelucon. Seperti yang sebelum-sebelumnya, pemerintah atau
mungkin hanya SBY saja yang memainkan peran sebagai ratu adil di saat-saat
kepepet.
Dibuatlah
BUMN Pertamina untuk berpikir kembali selama 1×24 jam untuk meninjau lagi
besarnya kenaikan harga LPG 12 Kg tersebut, padahal sebelumnya, dikatakan bahwa
kenaikan ini merupakan murni dari kebijakan korporasi (Pertamina). Ruang kosong
yang dibuat diantara pertamina dan pemerintah adalah, apakah sebelum dinaikkan
harga LPG ini tidak ada komunikasi serius yang dilakukan?
Anggap
saja kita percaya bahwa pertamina sudah pernah melayangkan surat kepada
pemerintah untuk meminta kenaikan harga LPG ini awal tahun 2013 atau mereka
sudah menyajikan data dari BPK bahwa mereka (pertamina) telah rugi, sehingga
kerugian yang mencapai 7,3 T antara tahun 2012-2013 bisa diminimalisir? Tentu
ketika hal ini dianggap serius oleh pemerintah maka waktu untuk memikirkan
strategi yang tepat tentang kenaikan harga LPG ini bisa sampai 6 bulan x 24
jam—atau lebih. Kalau digunakan asumsi ini, maka pemerintahlah yang sengaja
memilih dan memilah waktu yang tepat mendekati pemilu untuk menaikan harga LPG
12 Kg.
Mental masyarakat Indonesia
diombang-ambingkan dengan masalah ekonomi, tepatnya masalah duit. Bajingan
Negara ini sangat tahu kelemahan negara sendiri. Bahkan dari koar-koarnya media
di televisi, ternyata kerugian pertamina bukan saja begitu hadir pada tahun
2012-2013 untuk masalah LPG 12 Kg, pertamina sudah mengalami kerugian sekitar
22 T sampai dengan sekarang—ngakunya seperti itu. dan kemarin lusa pemerintah
lewat Hatta Rajasa seperti menganaktirikan hal tentang LPG 12 Kg ini, karena
“bukan merupakan subsidi pemerintah”, katanya. Saya pikir mungkin beliau bukan
menteri.
Karena dengan kerugian yang telah
sampai pada angka 22 T tersebut, Pertamina baru sadar atau mungkin disadarkan
bahwa angka itu cukup bisa dijadikan alasan untuk selanjutnya menaikkan harga
LPG 12 Kg. Pandangan sederhana saya adalah, kenapa pertamina tidak menaikkan
harga LPG tersebut pada saat mereka tahu (mungkin lewat BPK) bahwa mereka sudah
rugi sekitar 7 T? Kenapa pada tahun 2011-2012 misalnya tidak menaikan harga LPG
12 Kg? Ah saya mulai merasa pertamina adalah kacung-kacung pejabat dan bahkan
kacungnya Negara lain. Bahkan ditempat saya (pekanbaru-riau) harga LPG 12 Kg melambung naik
dikisaran 160 ribu rupiah. Potret buram daerah kaya energy tapi rakyatnya tak
dapat merasakaan kekayaan energy dengan harga murah.
Ini
adalah wajah pemerintahan sekarang, bukan mengeneralisir, tapi karena
pemimpinya belum punya empati dan belum punya hormat terhadap masyarakat dan
Negara sendiri, kebanyakan bawahan akan ngikut saja. Dan bagaimana
masyarakatnya? Akan terasa percuma BOS, PNPM, Beasiswa sekolah, atau program-program
yang mendidik lainnya. Masyarakat ini dituntut untuk tetap bodoh dan jadi economic animal.
Entah hal ini bisa dibilang dengan
suatu analisis atau bukan, bahwa bisa jadi kenaikan harga LPG ini merupakan
agenda yang sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, kenaikkan harga LPG 12 Kg
bisa menjadi sumber biaya politik, untuk melawan calon yang lain, biaya
pencitraan, atau bahkan untuk membiayai kelanggengan kekuasaan, mengkondisikan
pemilu presiden ditunda—bisa sampai tahun depan. Lihat saja bagaimana pemilu
yang sediannya akan dilaksanakan pada tanggal 4 april 2014 dikalahkan oleh isu
dan berita yang lain. Media massa dan acara dalam televisi lebih nyaman dan
berduit dengan berita Jokowi, Gita, Win-HT, Hatta, LPG, BPJS, YKS, konvensi
partai, lentera Indonesia (yang ini positif) dari pada perkembangan pemilu itu
sendiri.
Apa yang harus kita lakukan sekarang
ditengah lingkaran permainan isu dan harga adalah mengawal pemilu 4 april 2014
harus tetap terlaksana, secepatnya menggantikan pemimpin yang sudah terlanjur
mabuk, karena kendaraan yang disetir pemimpin saat ini sudah menyeret penumpang
pada jurang. Ini adalah tanggungjawab. Akhir kata bahwa 2014 ini bukanlah tahun
politik pesta para penyubur kemapanan para politisi yang melanggengkan kuasa
sehingga rakyat yang menjadi korban. Mari kita tersadarkan jangan sampai
pemimpin terpilih karena Iklan, Kebijakan pencitraan apalagi karena
kepura-puraan. Sebab Tahun 2014 ini adalah milik kita semua.
LAWAN
Salam pergerakkan
Salam pergerakkan
Penulis : @bungarynugraha
Ketua
Umum HmI Cabang Pekanbaru