Entah apa yang ada di kepala Bupati Ngada,
Marianu Sae, ketika melakukan pemblokiran Bandara Torerelo Soa, Nusa Tenggara
Timur (NTT). Mungkin ia ingin menunjukkan kalau dia berkuasa. Sehingga ketika
keinginannya tak diindahkan oleh salah satu maskapai penerbangan untuk
mendapatkan tiket, ia memerintahkan Satpol PP untuk memblokir bandara.
Namun apa yang dilakukan Marianu tentu
keterlaluan. Pemblokiran yang ia lakukan tentu akan berakibat terancamnya
keselamatan penerbangan. Saya tak habis pikir.
Memang, Marianu punya alasan untuk melakukannya.
Menurutnya, pihak penerbangan semestinya memberikan fasilitas kepada daerah
yang telah memberikan keuntungan. Namun tidakkah disadari oleh marianu bahwa
apa yang ia lakukan jauh dari kesan karakter kepemimpinan? Bahkan apa yang ia
lakukan merupakan bentuk premanisme –memaksakan kehendak dengan kekerasan
ketika menginginkan sesuatu.
Selain itu, Marianu juga beralasan bahwa
kedatangannya sangat penting untuk Kabupaten Ngada. Namun lagi-lagi, bukankah
yang ia lakukan bisa mengancam keselamatan nyawa orang lain?
Dalam politik, memang ada adagium populer yang
kebenarannya bisa mendekati sahih. Power tend to corrupt, and absolute power
corrupt absolutely atau seseorang yang memegang kekuasaan, ia memiliki
kecenderungan untuk melakukan penyelwengan. Dan barang siapa yang memiliki
kekuasaan mutlak, maka pasti ia akana menyalahgunakan kekuasaannya.
Sepertinya, Marianu termasuk didalamnya. Dengan
kekuasaan besarnya di Kabupaten Ngada, ia bisa melakukan apa saja, termasuk
melakukan aksi premanisme memblokir bandara.
Mungkin Marianu tak menyadari bahwa kini zaman
sudah berubah. Bukan eranya lagi kekuasaan dikelola dengan aksi koboi ala Orde
Baru. Semua bisa diselesaikan dengan kekerasan. Yang ia tuai saat ini adalah
kecaman hebat dari berbagai kalangan.
Yang perlu disadari oleh pejabat politik saat
ini, zaman sudah terbuka. Dengan periode kebebasan pers saat ini, tak aakan ada
satupun pejabat politik yang lepas dari pengawasan. Tak ada lagi kepala daerah
yang bisa mengeluarkan kebijakan tanpa ada pengecekan dari publik.
Marianu hendaknya belajar. Pun demikian halnya
dengan kepada daerah yang lain. Era kebebasan pers, semestinya dijadikan bahan
evaluasi untuk memperbaiki kinerja dengan jiwa kenegarawanan, bukan dengan aksi
arogan bak preman pasar yang menyebabkan hancurnya dirinya sendiri.
Saatnya kita semua berkaca dan merenung, bahwa
aksi premanisme dan koboisme hanya akan semakin menenggelamkan praktik
bernegara yang baik.
Oleh :@bungarynugraha
HmI Cabang Pekanbaru-Nya Amanah Konfercab XXXI