DARI INDONESIA SAMPAI KE RIAU
Sikap Pemuda Terhadap Korupsi
Titik tekan yang harus disoroti adalah konsistensi kaum muda
dalam memberikan kontribusi terkait pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika
kita lihat saat ini, semangat pemuda mulai lemah dalam memperjuangkan kejujuran
dan tindakan-tindakan anti-korupsi. Pergerakan mahasiswa yang mulai kehilangan greget
untuk memperjuangkan nilai-nilai dari kejujuran. Di sisi lain, pergerakan LSM
juga mulai kehilangan arah dalam memperjuangkan aspirasi jeritan-jeritan
rakyat. Dalam hal ini banyak dari LSM dan gerakan-gerakan pemuda dewasa ini
banyak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik pihak tertentu.
Pemuda memilliki peran utama sebagai mediasi penyampaian
jeritan rakyat kepada penguasa, juga sebagai fasilitator dalam kegiatan mengkampanyekan
anti-korupsi dalam masyarakat. Para mahasiswa memperjuangkan aspirasi rakyat
dengan berbagai macam kegiatan dari unjuk seni dan pengetahuan sampai unjuk
rasa turun ke jalan. Semua dimaksudkan untuk mengawal para penguasa yang
bertingkah semena-mena dalam mengambil kebijakan –tidak pro-rakyat- agar mereka
kembali ke jalan yang luus –pro-rakyat kecil.
Dimanakah spirit dan mental yang dimiliki oleh Sutan
Syahrir, pemuda bangsa yang dengan berani mendesak Presiden Soekarno untuk
segera memplokamasikan kemerdekaan Indonesia, pemuda yang mempunyai gagasan
“menculik” presiden ke Rengasdengklok. Kemana jiwa perjuangan pemuda seperti
halnya Chairil Anwar, pemuda yang berani menghasilkan nasihat dan teguran
kepada pengusa lewat bait-bait puisi yang indah. Akan kah pemuda Indonesia
bersembunyi di balik kenyamanan kemodern-an zaman, menyibukkan diri dengan gadget
tanpa memikirkan nasib rakyat yang kelaparan karena haknya diambil oleh
penguasa-penguasa dan koruptor yang acap kali di lindungi oleh aparatur negara.
Yang perlu dilakukan saat ini adalah gerakan-gerakan monitoring terhadap
pemerintah yang terintegrasi. Adanya pengawalan pada setiap keputusan yang
diambil pemerintah merupakan langkah awal dan urgen yang bisa dilakukan
pemuda, sehingga penguasa semakin yakin bahwasanya mereka selalu diawasi oleh
rakyatnya dan tidak mengesampingkan hak masyarakat kecil.
LSM dan mahasiswa harus terus mengkaji
kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama yang berkenaan dengan anggaran atau
penggunaan uang. Apabila terdapat kejanggalan setelah adanya pengkajian masalah
yang sistematis, maka langsung dilaporkan kepada pihak yang berwenang menangani
permasalahan –KPK, Kejaksaan Agung atau setempat, maupun kepolisian. Selain itu
kalangan LSM dan mahasiswa juga harus senantiasa menjaga komunikasi dengan
masyarakat luas dan mendampingi pelaporan yang dilakukan masyarakat sehingga
laporan masyarakat bisa dipastikan ditangani oleh pihak berwenang. Dengan cara
demikian, praktek tebang pilih yang selama ini sering terjadi akan bisa
diminimalisir.
Akan teapi, fungsi sebagai fasilitator dalam mengkampanyekan gerakan
anti-korupsi juga tidak kalah pentingnya. Para oraganisasi –LSM- harus
melakukan pendampingan kepada rakyat untuk memahami dan mentransformasikan
sikap anti-korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kerjasama
dengan KPK dan lembaga anti-korupsi terkait sangat penting, dimaksudkan agar
tidak ada kesalah pahaman dan lebih memudahkan skema pendidikan –sosialisasi-
yang efektif dan terintegrasi.
Pemuda bisa menjadi seorang motivator, menasihati dan mengajak teman pekerja
agar tidak melakukan perbuatan curang dalam bekerja. Partisipasi pemuda
memiliki andil besar dalam mensukseskan tindakan preventif tindak pidana
korupsi. Terutama untuk mendidik mereka yang lebih muda agar senantiasa
mengutamakan sikap kejujuran dalam kesehariannya.
Pendidikan dan cara yang pendekatan kepada kaum muda juga nampaknya perlu
diperbaiki. Setidaknya ada tiga tahapan yang bisa ditempuh dalam membina rekan
sejawat yang lebih muda. Mereka yang masih dalam usia anak-anak (10 <
tahun), lebih diberikan kebebasan. Artinya segala kesalahan-kesalahan yang
mereka lakukan harus dimaklumi sebagai proses pembelajaran dari kesalahan yang
mereka lakukan.
Kemudian mereka yang berada pada umur belasan (11-19 tahun),
diberikan arahan dan sedikit paksaan untuk ditanamkan nilai kejujuran, diberi
himbauan tentang yang salah dan benar, juga yang baik dan buruk. Sehingga
mereka yang tidak berbohong atau melakukan perbuatan curang harus diberikan
sanksi yang mendidik. Misalnya, di sekolah siswa tidak boleh mencontek dan
berbuat curang dalam mengerjakan soal-soal ulangan (ujian), maka jika ada yang
melakukan tindakan curang harus diberi sanksi tegas dan diberi bimbingan dengan
serius oleh gurunya melalui pendekatan seorang ibu/ayah kepada anaknya supaya
anak terbiasa berbuat jujur dan mau belajar mempersiapkan diri menghadapi
ulangan.
Sementara mereka yang berada di kisaran umur dua puluhan (
>20 tahun), diajak diskusi tentang korupsi, kejujuran, perpolitikan, dan
hukum kenegaraan. Harapannya, mereka bisa mengeluarkan ide-ide brilian yang
bisa mengentaskan masyarakat dari jeratan kemiskinan. Dengan sendirinya mereka
juga akan memahami bahwa perbuatan korupsi merupakan perbuatan yang salah dan
merugikan diri sendiri juga orang lain. Dengan metode pendidikan dan pendekatan
seperti itu juga bisa memancing kedewasaan dan rasa bahwasanya mereka
dibutuhkan dan dihargai oleh masyarakat. Para remaja juga menjadi lebih peduli
terhadap nasib bangsa dan bisa meringankan tugas lembaga anti-korupsi karena
jiwa anti-korupsi sudah terbentuk di benak generasi muda sedari dini.
Sebagaimana pepatah mengatakan, bagaimanapun tindakan pencegahan itu lebih baik
dari pada tindakan penanganan dan pengobatan.
Dengan ditangkapnya sejumlah pejabat, mulai dari Gubernur,
Bupati, Anggota DPRD sampai ke Kepala Dinas tentulah fenomena korupsi yang
terjadi di Riau merupakan masalah serius yang harus dipikirkan dan disikapi.
Sebab sejumlah yang ditangkap masih sebagian kecil yang diduga kuat masih
banyak sejumlah koruptor yang belum tertangkap atau terdeteksi oleh KPK. Oleh
karenanya dibutuhkan peran segenap lapisan masayarakat –terutama generasi muda-
untuk mewujudkan masyarakat Riau sejahtera tanpa korupsi.
Pintu awal lahirnya koruptor itu ialah dalam pelaksanaan
pilkada, pemilu legislatif dilakukan dengan cara-cara curang. Masyarakat
memilih dikarenakan “materil” yang diberikan oleh para kontestan baik pilkada
maupun pemiliu legislatif. Sehingga wajar pada proses pilkada putaran pertama
kemarin dimenangkan oleh golput sebagai hukuman atas fenomena korupsi yang
menyangkut sejumlah pejabat di Riau.
Semangat Sumpah Pemuda harus menjadi pemicu, spirit bagi
para pemuda di riau untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi. Tentunya perlu
disiapkan gagasan yang dapat terintegrasi dan terkonsolidasi dalam satu isu.
bahwa musuh bersama masyarakat ialah korupsi dan koruptor itu sendiri. Untuk
mewujudkan peran serta yang terintegrasi dan terkonsolidasi menurut saya dengan
menyiapkan sebuah gagasan berupa gerakan paradigmatik. Berupa gerakan moral
seruan untuk kedepan agar pembangunan di Riau terbebas Tanpa Korupsi. Gagasan
ini nantinya harus dijalankan dengan berbagaimacam pendekatan, kreatif dan
inovatif maupun pendekatan kebudayaan.
Maka dari itu dengan Semangat Sumpah Pemuda, bertumpah
darah, berbangsa, dan berbahasa satu. Mari Kita satukan tekad dalam Semangat
Perubahan Untuk dari sekarang bersikap Proaktif Kampanyekan Semangat
#RiauTanpaKorupsi.
@bungarynugraha
Ketua Umum HmI Cabang Pekanbaru
(Terbit Di Haluan Riau Halaman ke-4 Selasa, 29 Oktober 2013)
Bagian Ke-2