Urgensi
Pemilih Cerdas dalam Pilkada Riau
Oleh : Ary Nugraha *
Keberadaan
pilkada secaa langsung sejak ditetapkannya Undang-Undang 32 tahun 2004 dan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 merupakan indikator pelaksanaan
demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam perspektif otonomi
daerah. Karenanya, sudah seharusnya Pilkada dilaksanakan dengan penuh
sportivitas, transparansi, dan mengedepankan prinsip “luberjudil” (langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, adil)
Ditetapkannya
5 pasangan calon Gubernur Riau & wakil Gubenur Riau pada tanggal 1 Juli
2013 yang lalu secara sah genderang persaingan antar kandidat Pilkada Provinsi
Riau telah dimulai. Artinya setiap pelanggaran ataupun kecurangan kandidat
sudah dapat diberkan sanksi. Hajatan 5 tahunan ini tentunya memegang peranan
penting untuk menentukan masa depan kesejahteraan Masyarakat Riau. Para
kandidat Gubernur & wakil gubernur nantinya sebelum dipilih oleh masyarakat
Riau tentu akan melewati proses tahapan kampanye. Dimana masing-masing kandidat
akan bersaing dalam meyakinkan masyarakat Riau bahwa “saya-lah” (baca:
kandidat) yang terbaik untuk masa depan kepemimpinan Riau.
Keberhasilan
pelaksanaan pemilu salah satunya ditentukan oleh faktor “kecerdasan politik”
para pemilih. Keberadaan pemilih-pemilih yang cerdas tentu saja akan
menghasilkan pilihan yang lebih kredibel karena setiap suara yang diberikannya
didasari dengan pertimbangan matang, tidak asal pilih. Seorang pemilih yang
cerdas harus bersikap kritis dan bijaksana dalam menilai calonnya serta tidak
mudah terprovokasi oleh arus politik di lingkungannya. Dengan kata lain,
pemilih yang cerdas dapat menilai dan memilih secara objektif berdasarkan kapasitas
kandidat yang diketahuinya.
Perilaku
Pemilih
Bagaimana
menjadi pemilih yang cerdas? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita
membuat pemetaan kecil tentang perilaku pemilih dalam menentukan pilihan atas
seorang kandidat. Dalam ilmu politik, perilaku pemilih (political behaviour)
ini memang menjadi wilayah studi tersendiri. Secara garis besar perilaku
pemilih, dalam konteks Pilkada Riau, dapat dikelompokkan dalam beberapa
kategori: pertama, penentuan pilihan karena kasamaan ideologi dengan kandidat.
Namun, dalam kehidupan Indonesia sekarang dengan politik aliran semakin cair,
ideologi agaknya tidak lagi menjadi faktor determinan, di samping untuk mencari
garis persamaan ideologis sekarang ini juga bukan hal mudah karena arus
pragmatisme politik yang demikian kuat.
Kedua,
pilihan didasarkan pada afiliasi partai politik. Kandidat yang didukung partai
politik pilihannya, kepada dialah pilihan dijatuhkan. Pemilih yang berperilaku
seperti ini agaknya lebih banyak, sehingga para kandidat berupaya sekuat tenaga
untuk memperoleh dukungan partai politik sebanyak mungkin.
Ketiga,
pilihan karena kesamaan etnisitas dan pemetaan daerah. Banyak yang
mengasumsikan, etnisitas akan turut menentukan pilihan politik seseorang,
sehingga salah satu kandidat Pilkada Riau menjadikan isu etnisitas (seperti
orang melayu, Minang, jawa, Batak) serta isu seperti Riau Pesisir (Dumai,
Bengkalis), Riau daratan, Indragiri (Inhil, Inhu, Kuansing), berdasarkan latar
belakang masing-masing kandidat yang dijadikan sebagai penarik suara.
Keempat,
pilihan didasarkan pada pragmatisme politik. Pragmatisme ini bisa muncul karena
banyak hal, seperti politik uang, kedekatan dengan kandidat, dan sebagainya.
Politik uang dalam berbagai bentuk manifestasinya, mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam membentuk pragmatisme politik. Politik uang sebagai bentuk
pragmatisme politik tidak selalu dalam arti pemberian sejumlah uang kepada
pemilih, tapi bisa dalam bentuk-bentuk yang agak soft agar tidak dikesankan
"membeli" suara. Penulis menduga, pemilih dalam Pilkada Riau banyak
yang menempuh cara ini untuk menentukan pilihan.
Kelima,
pilihan karena program dan integritas kandidat. Pemilih yang rasional biasanya
melihat sisi ini. Tapi penulis menduga kuat, tidak banyak pemilih yang
menggunakan hal ini sebagai pertimbangan utama untuk menentukan pilihan.
Memang
dimungkinkan, pilihan ditentukan juga karena kombinasi dan perpaduan dari
beberapa unsur diatas, namun pemilih yang cerdas seharusnya didasarkan pada
rekam jejak kandidat, integritas, keahlian, dan program yang ditawarkan.
Pesimisme masa depan dan janji kampanye yang sekedar isapan jempol akhirnya
mendorong pemilih menjadi pragmatis. Belum lagi adanya anggapan, siapa pun yang
berkuasa tidak akan mampu melakukan perubahan signifikan.
tantangan
lain yang akan dihadapi dalam hajatan pilkada Riau nanti adalah keberadaan
pemilih pemula yang baru kali petama mengikuti pemilu, serta masyarakat pemilih
tradisonal pedesaan) yang memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi
secara detail mengenai Latar belakang dan profil para kandidat (temuan survey).
Alhasil pelaksanaan pilkada tidak tertutup
kemungkinan para pemilih pemula dan pemilih tradisional ini bersikap asal pilih
ataupun golput.
Pemilih Cerdas Solusi Cerdas Untuk Riau
Untuk
menghindari kegagalan pelaksanaan Pilkada Riau maka diperlukan membuka pikiran
masyarakat Riau dari kota sampai kepelosok-pelosok desa agar menjadi cerdas. Maksudnya
ialah Memilih Gubernur & wakil Gubernur mesti berdasrkan pertimbangan yang
rasional yakni murni penilaian berdasarkan Integritas & Program yang
berbasis kesejahteraan rakyat. Kondisi tersebut terjadi apabila pemilihnya
cerdas, Maka diperlukan sebuah gerakan massif yang mampu merekonstruksi
pikirian masyarkat menjadi pemilih- pemilih cerdas & konsisten.
pemilih
cerdas tidak akan mudah tergiur dengan iming-iming imbalan materi (praktek
money politic) dan secara tegas menolak sikap golput. Dua hal ini memang telah
menjadi “racun” demokrasi di Indonesia meski kasus-kasusnya seringkali lepas
dari jerat hukum. Pelaksanaan Pilkada Riau yang bersih dari golput maupun money
politics akan menunjukkan kredibilitas serta kualitas pesta demokrasi tersebut.
Untuk
mengantisipasi hal ini, aktivitas kampanye hendaknya dimanfaatkan secara
optimal untuk memberikan informasi terkait profil, latar belakang, curriculum
vitae, dan pemaparan visi misi para kandidat. Informasi-informasi tersebut
hendaknya tercantum dalam media-media yang dipakai sebagai sarana kampanye.
Langkah ini sangat penting dilakukan agar para pemilih pemula memiliki gambaran
mengenai calon yang akan dipilihnya. Selain itu, secara tidak langsung upaya ini
akan mendidik para pemilih pemula serta masyarakat pemilih tradisonal untuk
menjadi pemilih cerdas yang memilih dengan kritis dan penuh pertimbangan.
Pilkada
Riau harus menjadi pesta demokrasi yang berkualitas dan bisa memberikan
pendidikan politik bagi masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab semua elemen,
baik itu KPU, Bawaslu, Panwaslu, elit politik, pasangan calon serta termasuk
didalamnya para tim sukses
Untuk
itu Mari kita sukseskan Pilkada Provinsi Riau dengan menjadi pemilih cerdas
serta mengajak masyarakat pemilih untuk cerdas dalam menentukan siapa yang
terbaik untuk kepemimpinan Riau. Sehingga Pilkada 9 september 2013 akan
menghasilkan Output kepemimpinan Riau yang amanah dalam mensejahterakan
masyarakat Riau benar-benar terjadi. Dengan demikian Riau tidak akan mengulangi
sejarah untuk yang ketiga kalinya dimana akhir periode Gubernurrnya terjerat oleh
kasus korupsi.
*Penulis
Formatur/Ketua Umum HmI Cabang Pekanbaru Periode 2013-2014
(Diterbitkan oleh Haluan Riau)