Ramadhan
Musim Politisi Mendadak Alim
Oleh : Ary Nugraha *
Ramadhan
menjadi momen penting yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh Umat Islam. Mengapa
demikian? Ramadhan adalah bulan kesembilan
dalam penanggalan Hijriyah (sistem penanggalan Islam). Bulan ini sangat
istimewa bagi umat Islam karena terdapat banyak keutamaan di dalamnya. Ibarat
petani, Bulan Ramadhan adalah saat panen raya. Dibaratkan panen raya disebabkan
bulan ini merupakan waktu dimana berbagai amal kebaikan dilipat gandakan
pahalanya jauh melebihi waktu-waktu diluar Ramadhan. Sehingga ramadhan
menjadi momentum penting yang ditunggu-tunggu kedatangannya untuk meningkatkan
kualitas Umat Islam.
Adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
negara yang berpenduduk sekitar 250 Juta Jiwa ini (Data BPS) dimana 80%
diantaranya ialah Umat Islam.. Sebagai negara yang dalam sistem politiknya
mengenal dan menerapkan demokrasi. Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan
untuk rakyat. Maka Rakyat menjadi Bagian Terpenting dalam setiap proses politik
seperti Pemilu, Pilpres dan Pilkada. Hampir dikatakan bahwa tidak ada sedikit
pun ruang kehidupan masyarakat di Republik Indonesia ini yang lepas dari aspek
politis. Sehingga pernah dalam suatu kesempatan diskusi pada seminar nasional
yang sayaa ikuti, saya katakan bahwa, kalau kita mau mencari ilmu pengetahuan
teknologi, tempat belajar yang cocok itu ke Amerika atau eropa. tetapi kalau mau belajar politik, gak usah jauh-jauh,
tempatnya ada di Indonesia. Sebab di Republik ini semua dapat dipolitisasi demi
kepentingan politik.
Dalam
tulisan ini penulis Bukan hendak bercerita tentang Ramadhan sebagai momentum
umat untuk memperbaiki diri dan meningkatkan Ibadah kepada Allah, sebab
pembahasan tersebut telah banyak tentunya dikupas oleh para ustadz-ustadz pada
setiap Khutbah. Yang akan Penulis bahas dalam tulisan ini ialah Ada suatu hal fenomena yang tak kalah
menariknya disisi lain datangnya Bulan Ramadhan.. yakni Bagaimana Bulan Ramadhan menjadi Musimnya
para pejabat atau politisi menjadi Alim. Dimana para pejabat/politisi sibuk
mengagendakan aktifitasnya dengan melakukan safari ramadhan ke masjid-masjid.
Memberikan ceramah-ceramah agama kepada masyarakat singkat kata politisi yang
mendadak Ustadz.
Dalam
satu tausiyahnya, almarhum KH Zainudin MZ pernah bertanya kepada jamaahnya.
Pilih mana, minyak onta cap babi atau minyak babi cap onta? Minyak onta cap
babi masih boleh, tapi minyak babi cap onta itu menipu, kata Kiai sejuta umat
itu.
Coba saja kita lihat mulai
saat memasuki bulan ramadhan. Dipekanbaru misalnya saat ini yang bersempenaan
dengan proses Pilkada Gubernur.
Sepanduk-sepanduk maupun baliho para Kandidat mengucapkan selamat Bulan
suci ramadhan pun bertebaran dimana-mana. Dengan tampilan gambar photo mengenakan pakaian takwa.
Bermacam slogan pencitraan bermunculan agar menyentuh hati masyarakat.
Agenda-agenda safari ramadhan pun memadati aktifitas para pejabat/politisi
serta kandidat pilkada dimasjid-masjid.
Bukannya keberadaan sepanduk-sepanduk
ucapan ramadhan dan safari ramadhan ke masjid-masjid oleh pejabat/politisi itu tidak
baik. Tapi, masyarakat diingatkan tidak tertipu pencitraan yang dilakukan
pejabat atau politisi, yang memanfaatkan
momentum Ramadhan hanya untuk sekedar kepentingan mereka. Kepentingan agar
ketika pemilu maupun pilkada dipilih oleh masyarakat.
Fenomena Ramadhan sebagai
musim para pejabat/politisi melakukan pencitraan kepada masyarakat, tak jarang
ditemui setelah Usai ramadhan, sejumlah pejabat/politikus diberitakan
tertangkap tangan melakukan korupsi atau tindakan asusila lainnya. Kamuflase
yang dilakukan para pesohor itu jelas membingungkan masyarakat. Tentulah masyarakat mesti cerdas dalam melihat dan
menilai fenomena Ramadhan yang ternyata juga dimanfaatkan sebagai musim
pejabat/politisi mendadak alim. Seperti kata pepatah, emas pasti
kuning, tapi tidak semua yang kuning pasti emas.
Fenomena itu menggambarkan
jika Islam tidak menjadi rule of thinking. Ramadhan seperti musim
yang temporer. Ketika 'Musim Ramadhan' habis, habis pula ketakwaan selama satu
bulan. Ramadhan tidak dijadikan pintu gerbang untuk menjadi Muslim yang
paripurna, yang secara kaffah menjalankan ajaran Nabi
Muhammad Salallahu Alaihi wasallam. Tetapi ramadhan hanya dijadikan tradisi bagi pejabat/politisi
untuk bagaimana meningkatkan pecitraan dihadapan masyarakat. Alhasil negeri ini
hanya menjadikan bulan ramadhan sebagai tradisi musiman pencitraannya para
pejabat/politisi. bukan sebagai jalan untuk memperkuat ketakwaan kepada Allah
Swt.
Untuk itu para
pejabat/politisi serta kandidat khsusunya dalam Pilkada Riau harus memahami
bahwa kesucian Ramadhan harus dimaknai dengan kesungguh-sungguhan dalam
beribadah. ramadhan harus dimaknai dengan peningkatan prestasi baik secara
spiritual maupun sosial. Mari tingkatkan amal ibadah dibulan ramadhan ini juga usai
ramdhan nanti.
Sekarang pilihan ada di
tangan kita sebagai umat Muslim. Mau pilih minyak onta cap babi, atau minyak
babi cap onta.
Wallahualambishawab
*Penulis Formatur/Ketua
Umum HmI Cabang Pekanbaru